Vindi Kenandarti; Satu-satunya Anggota Rainbow Warrior dari Indonesia

Saat Kuliah Ikut Mapala, Pertama Naik Kapal Malah Mabuk
Tak banyak aktivis Indonesia dapat kesempatan menjadi crew Rainbow Warrior – kapal legendaris milik pecinta lingkungan hidup dunia, Greenpeace. Tahun ini hanya ada satu dari sekian ratus juta warga Indonesia yang diberi kesempatan menjadi anggota kapal berbobot mati 555 ton ini. Siapa anggota Rainbow Warrior asal Indonesia itu?

Perawakannya Kecil dengan kulit hitam legam karena sering dipapar sinar matahari. Tinggi sekitar 157 cm dengan berat kurang lebih 50 kg, tidak ada tanda khusus yang menunjukkan dia adalah aktivis lingkungan militan, selain penampilannya yang agak cuek dan sedikit urakan. Namun siapa mengira kalau cewek berzodiac aquarius kelahiran Cempaka Putih, Jakarta, 17 Februari 1983, ini cukup peduli dengan masalah lingkungan. “Saya rasa dampak perubahan iklim bisa kita cegah asalkan kita punya komitmen tinggi untuk mengurangi aktivitas pembabatan hutan dan kegiatan-kegiatan yang berpotensi menaikkan emisi gas buangan,” ujar Vindi Kenandarti, satu-satunya crew Rainbow Warrior asal Indonesia, saat ditemui Radar Bali di atas dek kemarin.

Bagaimana kisahnya hingga menjadi anggota Rainbow Warrior? Ternyata cukup panjang. Vindi kemudian menghela nafas sebelum berkisah. “Kebetulan habis buka website Greenpeace, ada lowongan menjadi crew kapal. Kemudian coba-coba, setelah menjalani berbagai macam tes, akhirnya diterima. Jadi saya satu-satunya orang Indonesia yang ada di kapal ini,” jelas alumnus STIE Perbanas ini.

Menurutnya, sebelum terjun menjadi crew, dirinya lama berkecimpung sebagai aktivis lingkungan hidup. Mulai masuk menjadi anggota Mapala (mahasiswa pecinta alam) di kampus Perbanas, hingga akhirnya berkecimpung di Greenpeace, Jakarta sekitar tahun 2004. Dari menjadi pengantar tamu di kapal Rainbow Warrior hingga volunteer Greenpeace. Vindi mengaku tertarik bergabung dengan Greepeace lantaran kampanye penyelamatan lingkungan yang mereka suarakan sesuai dengan visi dan misinya.

Pendek cerita, setelah diterima bergabung menjadi crew Rainbow Warrior, Vindi mulai menjelajahi lautan. Dimulai dari Singapura satu bulan lalu. Kemudian menuju Dumai, Riau, Jakarta, Pelabuhan Jepara sebelum akhirnya bertolak ke Benoa, Bali. Pada awal bergabung, dia mengalami mabuk laut. Maklum, selama hidupnya, dia tidak pernah bepergian dengan kapal laut. Untungnya, rekannya cukup pengertian. “Dua tiga hari saya mengalami mabuk laut. Tapi lama-kelamaan sudah terbiasa,” jelasnya.

Apakah ada keahlian khusus yang harus dikuasai sebelum menjadi crew kapal? Menurutnya tidak ada. “Ya, sama seperti yang lain-lah,” tandasnya. Hanya saja, dia dituntut bisa berbahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi. Mengingat seluruh awak berasal dari lintas negara. Mulai Thailand, Filipina, Turkey, India, Belanda, Inggris, Jerman, Australia dan New Zealand. “Khusus selama mengarungi perairan Indonesia, saya yang ditunjuk sebagai translatter. Jadi saya yang menyampaikan pesan pentingnya upaya menjaga lingkungan dari dampak perubahan iklim,” paparnya.

Yang menarik, selama di dalam kapal dia harus ikut melakukan berbagai kegiatan, termasuk ikut ngecat kapal. Menurut anak sulung dari tiga bersaudara ini, dirinya merasa betah jadi anggota Rainbow Warrior karena kecintaannya teradap lingkungan. “Lingkungan harus diselamatkan. Segala bentuk upaya perusakan lingkungan, harus dilawan,” tegasnya.

Lantas dia mencontohkan aksi yang dilakukan Greenpeace saat di Dumai, Riau dan Muria, Jepara beberapa waktu lalu. Di Dumai, secara terang-terangan Greenpeace menolak aksi pembabatan hutan demi memperluas lahan untuk perkebunan kepala sawit yang dituding menjadi penyebab naiknya emisi gas rumah kaca. Sementara di Muria, Jepara, Greenpeace beraksi menolak rencana pemerintah membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Sumber : ALI MUSTOFA, Denpasar (Radar Bali)

About hendra

Berkarya di perusahaan Web Developer Bali (http://www.baliorange.net), alam selalu buat dadaku mengembang lapang!