Pendakian Rinjani

18 Agustus 2008 – Step out to Lombok

Segara Anak view from top

Sesuai rencana awal, pagi-pagi team Rinjani (Ivant, Viar, Aim, Serkha, dan Esther) sudah berkumpul di basecamp BOC. Setiap personel membawa perlengkapan yang diangkut dalam carrier masing-masing. Seperti biasa agak-agak ngaret sedikit, dari awalnya kita akan berangkat jam 9 pagi molor jadi jam 11 siang. Ditambah dengan mogoknya vespa bawaan Ivant di by pass Ngurah Rai sebelum masuk ke by pass Sumantra. Akhirnya sesuai kesepakatan karena udah kesiangan, motor butut itu ditinggal di bengkel. Dan team Rinjani langsung meluncur ke pelabuhan Padang Bai dengan penuh semangat berkobar…bar!

Tiba di Padang Bai, ajegileeeeee…antri panjang! Ternyata banyak juga orang yang mau nyebrang ke Lombok dan Nusa Penida, karena waktunya bertepatan menjelang hari raya galungan jadi banyak yang mudik. Sambil menunggu kapal berikutnya kita geletakan di pinggiran parkir sambil leha-leha.

Menjelang maghrib, kami mulai masuk kapal yang langsung angkat sauh mengarungi selat Lombok. Sepanjang penyeberangan kapal ferry goyang dombret gara-gara angin kenceng plus ombak yang menari-nari riang, sementara di dalem kapal penumpang mual-mual mabok laut. Diselingi obrolan dan canda tawa, serta sekali-kali tidur ayam akhirnya tanpa terasa setelah enam jam kapal merapat di pelabuhan Lembar. Langsung saja tancap gas, empat motor kami menderu membelah malam melaju kota Mataram.

Setibanya di Mataram, kami langsung kontak Heru – teman dari Denpasar yang sudah tiba lebih dulu di Mataram. Dialah yang akan memandu kami di Rinjani. Ditemani Yayuk, Heru menjemput kami di tengah kota lalu membawa kami ke rumah keluarga Yayuk yang juga keluarga angkatnya Heru di Kopang, Lombok Tengah. Sambutan hangat keluarga itu meredakan penat selama perjalanan di atas motor dan kapal.

19 Agustus 2008
Istirahat dan kehangatan di rumah keluarga Heru semakin menyalakan semangat. Setelah sarapan mie goreng mak nyos buatan Yayuk, kami berangkat menuju Sembalun – Lombok Timur. Peserta saat itu udah bertambah dua orang, Yayuk dan Sakma (dipanggil Omes – wajah dan cara bicaranya emang mirip omes hehehe). Dari Kopang kami naek angkot menuju Aikmel di Lombok Timur. Perjalanan dari Kopang sampai Aikmel ditempuh selama kurang lebih 3 jam. Lanjut dari Aikmel naek colt pickup menuju Sembalun – Lombok Timur. Melintasi jalur pedesaan menanjak berliku, ladang dan hutan tropis. Setelah kurang lebih 2 jam kami pun tiba di Sembalun, desa kecil bersahaja yang dikelilingi perbukitan di kaki Rinjani. Penduduk di desa ini mayoritas memeluk Islam. Bersuhu sedang, dikelilingi perbukitan dan gunung.

Turun dari Colt, Heru langsung memandu kami memasuki pos untuk melakukan registrasi, mengisi buku daftar pendaki dan membayar tiket masuk Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Harga tiket untuk pendaki lokal 10.000 perak, murah ya… Tapi untuk pengunjung internasional, 150.000 euy, muahal! Esther dan Sarkha kebagian yang pek go, hihi…siapa suruh lahir jadi bule? Whueeeeehehehehhek…. :P
Setelah proses registrasi selesai, kami bersiap-siap untuk memulai pendakian. Waktu udah menunjukkan pukul 15.00 Wita, carrier di-packing ulang, sewa porter untuk kurangi beban, dan persiapan mental berupa brieffing singkat dari Heru. Target jam 16.00 Wita kami sudah harus start. Agak grogi juga, karena ini kali pertama pendakian kami di gunung legendaris Rinjani yang terkenal berat dan sering makan korban. But show must go on, jam menunjukkan pukul 16.00 Wita, jreng….jreng…genderang perang pun bertalu. Kami berangkat!


Padang Savana – Trek Sembalun

Bersepuluh kami; Ivant, Viar, Aim, Heru, Serkha, Esther, Yayuk, Omes, Sakirin (porter), dan Husna (asisten porter) mulai menyusuri kaki Rinjani menuju Pos III. Yang pertama kami temui adalah areal savana yang panjang dengan pemandangan matahari yang memerah di balik perbukitan sisi barat. Trek savana kami lalui selama 5 jam, sebelum akhirnya kami tiba di Pos III dan beristirahat dalam tenda yang sudah lebih dulu dibangun oleh Sakirin dan Husna (porter). Jalur Sembalun terdiri dari tiga buah Pos sebelum mencapai Plawangan Sembalun (2639 mdpl) yang merupakan camp area terakhir sebelum puncak Rinjani (3726 mdpl). Sepanjang jalan menuju pos III, keindahan alam Rinjani mulai memikat. Gak sabar rasanya buat cepet-cepet menginjakkan kaki di puncak!

20 Agustus 2008 – Tujuh Bukit Penyesalan
Perjalanan dilanjutkan setelah menikmati sarapan buatan Kirin (porter), Yayuk, dan Omes. Target berikutnya adalah Plawangan Sembalun (2639 mdpl) yang merupakan camp area terakhir sebelum puncak. Dengan penuh semangat, team Rinjani menjejakkan kaki melangkah menuju Plawangan Sembalun yang menanjak. Tapi oh my gooooooodd….tanjakkan itu seperti tiada akhir. Trek perbukitan berdebu itu benar-benar menguji mental. Beberapa kali langkah terhenti karena nafas yang tersengal-sengal. Ketujuh bukit itu benar-benar memeras keringat dan menguji mental serta niat kita untuk menikmati puncak Rinjani.
Perjalanan dari Pos III menuju Plawangan Sembalun kami tempuh selama 8 jam. Lumayan lah buat amatiran di Rinjani, karena normalnya perjalanan itu biasa ditempuh dalam waktu 6 jam (kata Heru).
Menjelang sore, kami tiba di Plawangan Sembalun yang sedang bermandi matahari senja. Plawangan Sembalun tampak seperti bibir bukit, dihiasi belukar ilalang dan edelweis dengan suasana berkabut. Setelah istirahat beberapa menit melepas lelah, perjalanan dilanjutkan menuju camp area yang ditempuh melalui bibir bukit berkabut dengan lembah di sisi kiri dan kanan selama 30 menit. Tiba di camp area yang berada di ketinggian 2639 mdpl, tenda udah dibangun oleh Kirin si porter ajaib bersama Husna. Kenapa ajaib? Ya, mereka emang ajaib. Tubuh mereka lebih kecil dari kami, beban barang bawaan gak kalah berat dengan kami, tapi mereka selalu tiba lebih dulu di perhentian berikutnya dengan segala sesuatunya udah siap (tenda, api unggun, air panas, dll). Ajaib kan? Jangan-jangan mereka punya lorong rahasia… wahuahaha…Dan yang lebih hebatnya lagi, mereka hanya pake sarung atau karung untuk selimut penghangat badan. Sementara dalam tenda kami dibungkus sleeping bag tebal. Huauahhaaa… jadi malu!


Camp Area Plawangan Sembalun (2639 mdpl)

Ternyata kami tidak sendiri di sana. Berpuluh-puluh orang berkumpul di sana mendirikan tenda untuk beristirahat. Kebanyakan adalah turis mancanegara.
Camp area ini berada di ketinggian 2639 mdpl, berlokasi di bibir kawah Rinjani dengan pemandangan Danau Segara Anak dan Gunung Baru di bawah tebingnya. Sayang karena waktu sudah senja, agak sulit waktu itu melihat danau karena tertutup kabut tebal sore itu. Angin berhembus dingin bikin kami enggan beranjak keluar tenda, dan akhirnya terlelap setelah menikmati makan malam buatan Yayuk dan Omes yang selalu rajin menjamu kami team dari Bali. Di langit malam yang cerah, bintang-gemintang beribu jumlahnya menghiasi malam itu. Begitu tenang, begitu damai…

21 Agustus – Summit Attack!

Sesuai planning, jam 2 pagi alarm berbunyi memanggil kami dari tidur yang lelap. Waktunya muncak! Iya, inilah saat yang ditunggu-tunggu. Pencapaian puncak Rinjani setelah hampir dua hari perjalanan dari Sembalun. Segera kami berkemas, dikomando oleh Heru kami bersiap-siap menuju puncak menjelang subuh yang dingin. Deru angin dan hawa membeku menusuk sampe ke tulang sumsum rasanya. Tapi tekad untuk mencapai puncak Rinjani tak boleh luluh, inilah ujian berikutnya!
Heru memimpin, bersama team PA dari Kalimantan yang kebetulan bertemu dan menjadi akrab di perjalanan kami; Ivant, Aim, Viar, Serkha, dan Esther menembus dingin. Muncak Rinjani!

Estimasi normal perjalanan dari camp area Plawangan Sembalun hingga puncak adalah 3 jam. Pagi itu, kami berada di barisan depan. Setelah berjalan kurang lebih setengah jam, terlihat di belakang untaian berpuluh-puluh lampu-lampu senter. Itu adalah lampu-lampu senter milik para pendaki lain termasuk turis mancanegara yang juga berangkat muncak. Bener-bener mengesankan, dari atas iring-iringan lampu terlihat seperti pagar lilin sepanjang trek menuju puncak yang berliku.

Puncak Rinjani yang terlihat di atas sana, begitu gagahnya menjulang di antara awan. Sekilas sepertinya jaraknya ga terlalu jauh, Ivant sempet bilang kalo dalam waktu 15 menit kita udah nyampe di sana. Ternyata oh ternyata…,apa yang kita lihat ternyata ga semudah apa yang kita jalani. Menjelang puncak, trek tanah berganti menjadi trek pasir kerikil tebal. Angin kencang plus dingin menerpa tubuh. Aku sendiri sama Heru sempet tiarap menunggu angin reda selama beberapa menit. Puncak yang terlihat begitu dekat ternyata tak kunjung terpijak, padahal jalanan pasir kerikil menanjak udah kami tempuh lebih dari tiga jam (dasar amatir, lelet).

Kondisi fisik dan mental kali ini diuji berat. Dua dari enam orang team Kalimantan menyerah dan balik ke camp area. Sementara Ivant, Aim, Sarkha, dan Esther sudah jauh di depan. Aku dan Heru yang bertubuh kecil menyusul, dingin angin yang menderu kencang terlalu berat. Tapi puncak Rinjani…. ugh!
Menyerah dan kembali ke tenda bukanlah pilihan, kami pun berdiri dan mulai meneruskan pendakian menyusul Aim, Ivant, Esther dan Sarkha. Debu yang ditiup angin makin menjadi, sementara langit mulai memerah di ufuk timur. Saat langit mulai terang, aku bareng Heru bergabung dengan Aim, Ivant, dan Sarkha di puncak. Esther sudah lebih dulu kembali ke camp area setelah berhasil tiba di puncak. Akhirnya…puncak Rinjani. Allhamdulillaaaaah…
Puncak dari perjalanan.
Subhanallah! Di atas sana begitu indah terlihat Danau Segara Anak dan Gunung Baru. Di kejauhan, di balik awan berdiri tegak Gunung Agung di sisi barat. Sungguh moment yang tak terlupakan… Langit biru, bersih, kami berada di atas awan yang bergulung seperti kapas. Setelah bersukur sejenak, waktunya perayaan dan narsisme tentunya…..foto-fotoooooooo!!! Hehehe…


Ki-Ka: Aim, Heru, Serka


Ki-ka: Ivant, Aim, Viar, Heru

Down Hill To Segara Anak

Seusai muncak perjalangan berikutnya adalah menuju Danau Segara Anak. Kami segera berkemas melanjutkan perjalanan menuruni punggungan gunung sisi bagian dalam kawah selama kurang lebih 5 jam. Tiba di tepian Danau yang teduh dan sejuk kami bermalam di camp area sambil menikmati kedamaian tepi Danau Segara Anak. Esok paginya sarapan ikan bakar hasil mancing dengan umpan mawar (100rebuan). Maksudnya beli di penduduk yang lagi mancing, hehe
Di sekitar camp area danau, ada beberapa objek menarik yang sempat disambangi. Kalak Putih (sungai air panas) dan Goa Susu. Keduanya memiliki keunikan masing-masing. Tapi keduanya punya hal yang sama yaitu sumber air panas yang mengalir jadi sungai dan kolam. Dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit.

22 Agustus 2008
Up and Down to Senaru Forest

Sudah menginjak hari ketiga sejak awal pendakian. Waktunya pulang!
Seperti rencana awal, kami start pendakian dari Sembalun (Lombok Timur) dan akan mengakhirinya di Senaru (Lombok Barat). Untuk mencapai Senaru, masih ada perjalanan menanjak untuk keluar dari areal danau. Selama empat setengah jam lagi-lagi kami harus menanjak dari danau ke atas, menuju Plawangan Senaru sebelum turun menuju hutan Senaru. Duh, dengkul udah mau copot betis udah keras tales bogor. Berkali-kali perjalanan terhenti untuk istirahat dan berteduh dari sengatan matahari dan hembusan debu sepanjang trek. Tiba di Plawangan Senaru, posisi kami kembali ada di bibir kawah. Tapi semua lelah terbayarkan dengan fenomena indahnya Rinjani dari atas sana. Konon di lokasi itu adalah spot terbaik untuk menikmati pemandangan puncak Rinjani, danau, dan gunung baru. Foto-foto…dan lanjut menuruni punggung bukit melalui Rock Upstairs (jalur bebatuan di punggung bukit).

Menuju pintu Senaru, kami masih harus melalui beberapa pos. Pertama yang kami temui adalah Cemoro Lima, pos yang dikelilingi pohon-pohon cemara dengan pemandangan lembah perbukitan di bawahnya. Berikutnya Pos III yang memiliki beberapa bangunan semi permanen berupa gazebo untuk berteduh. Di Pos III hujan sempat turun, membasahi trek berdebu berganti menjadi trek lembab. Perjalanan menuruni Rinjani pun jadi lebih sejuk. Berikutnya adalah Pos II yang mulai gelap tertutup rerimbunan hutan Senaru. Lanjut perjalanan dengan manuver di sana-sini karena trek mulai dipenuhi akar-akar pohon menuju Pos I. Saking panjangnya jarak Pos I dan Pos II, rupanya ada Pos tambahan di antaranya. Namanya Pos Extra. Hehehe, kami sempet geli sewaktu melewati pos tersebut walo sebenernya dengkul dan kaki mulai gak terkontrol saking capeknya. Lumayan buat hiburan. Berkali-kali mulai terpeleset, malah sempet jatuh gedubrak karena trek dalam hutan licin diguyur hujan. Pos extra…jadi inget puncak diskon di Gunung Agung. Hehe.

Setelah menempuh perjalanan menurun selama hampir 6 jam, bibir hutan mulai tampak. Di kejauhan di keremangan senja, samar-samar lampu mulai terlihat. Teringat perjuangan beberapa hari ke belakang. Saat haus dahaga, kerongkongan mengering…kami bersenda gurau menghayalkan minuman segar. Saat perut lapar namun pendakian serasa tiada akhir, kami mengidam-idamkan sate gule kambing. Hehe, menghibur diri selama perjalanan. Sedikit lagi, semua keinginan itu akan terpenuhi. Teringat kembali support-support dari Heru yang memang sudah pengalaman di Rinjani. Ceria keakraban Omes dan Yayuk yang ga pernah berenti saling teriak selama perjalanan, rajinnya mereka menyiapkan sarapan, makanan, dll. bikin pendakian jadi makin tak terlupakan.

Akhirnya kami tiba di pintu gerbang Senaru saat hari udah gelap. Langsung berkumpul di sebuah warung kecil, warung satu-satunya tapi lumayan lengkap barang dagangannya. Dari minuman dingin sampe ke pisang goreng pun ada. Seperti orang kesurupan, aku sama temen-temen langsung comot ini itu. Ambil minuman dingin langsung tenggak habis. Buka botol bir besar lalu kami bersulang tertawa senang kemenangan… Ah… Rinjani! Ini harus terulang di hari esok…

Thanks to:

Ki-ka: Yayuk, Sakma (Omes), Irfan “dangol”, Sakiirin (porter), Hustna (ass. porter)

Makasi buat semua temen-temen BOC atas support, doa, dan bakar-bakar menyan/dupanya….


Ki-Ka: Ivant, Omes, Yayuk, Aim, Viar, Ester, Sarka, Heru

About Viar MS

travel | green enthusiast | countryside | web design | beer | coffee